Selamat Datang di situs resmi Pengurus Daerah Pelajar Islam Indonesia, kabupaten kutai kartanegara selamat menikmati, bersama etam membangun pelajar dengan berbasis imtaq dan iptek di odah kita.

Minggu, 24 Juni 2012

Tafsir tema muknas

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (TQS Ali Imron : 110)
Dari Abu Hurairah rodhiallohu ‘anhu, Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa melepaskan seorang mukmin dari kesusahan hidup di dunia, niscaya Alloh akan melepaskan darinya kesusahan di hari kiamat, barang siapa memudahkan urusan (mukmin) yang sulit niscaya Alloh akan memudahkan urusannya di dunia dan akhirat. Barang siapa menutup aib seorang muslim, maka Alloh akan menutup aibnya di dunia dan akhirat. Alloh akan menolong seorang hamba, selama hamba itu senantiasa menolong saudaranya. Barang siapa menempuh perjalanan untuk mencari ilmu, maka Alloh akan memudahkan jalan baginya menuju surga. Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Alloh untuk membaca Kitabulloh dan mempelajarinya bersama-sama, melainkan akan turun kepada mereka ketenteraman, rahmat Alloh akan menyelimuti mereka, dan Alloh memuji mereka di hadapan (para malaikat) yang berada di sisi-Nya. Barang siapa amalnya lambat, maka tidak akan disempurnakan oleh kemuliaan nasabnya.” (HR Muslim)

Sejak semula, Pelajar Islam Indonesia (PII) telah menyadari peran dan kedudukan pelajar dalam keberlangsungan kehidupan ummat Islam di Indonesia. Sebagaimana yang dikutip dalam Tafsir Asasi (Anton Timur , 1956), pandangan PII akan hal itu sangat jelas dan tegas.
“Agar supaya semangat perjuangan tetap menyala-nyala, maka ummat Islam perlu pada waktunya dipermuda kembali jiwanya, dipermuda pula rohani dan jasmani. Proses regenerasi (permuda kembali) itu ialah dengan memasukkan unsur-unsur muda ke dalam organisasi kaum tua. Tepatlah apa yang pernah dikatakan oleh Syech Musthofa Ghalayani, pengarang ”Al Islam waruuhul Madaniyyah ” : ”Sesungguhnya di tangan pemudalah urusan ummat dan di dalam keberanian pemudalah hidupnya ummat”.
Dikatakan oleh Imam Assafii : ” Demi Allah. Hidupnya pemuda itu dengan ilmu dan taqwa.”
Apabila perjuangan sudah meningkat dari evolusi kepada revolusi, maka tentu banyak pemuda-pemuda yang harus menggantikan orang tua. Selanjutnya para pemuda sendiri tentu juga tak sedikit yang membaktikan nyawanya, gugur di medan syahid. Maka siapakah yang harus menggantikan pemuda-pemuda itu dan memelihara kelangsungan hidup ummat ?”

Berusaha untuk menjaga keberlangsungan pergerakan dan dakwah yang diemban oleh ummat Islam, PII secara insaf dan sadar memilih pendidikan dan kebudayaan sebagai fokus aktifitasnya. Dengan Catur Bakti sebagai suatu rumusan fungsi organisasi, lebih dari 60 tahun PII berkiprah menunaikan misi dan eksistensinya sebagaimana maksud dan tujuan sejak awal pendiriannya.
Meskipun keadaan sosial pelajar ketika pendirian PII di tahun 47, yakni terjadinya kerawanan sosial antara pelajar umum dan santri, sudah tidak nampak di saat ini. Namun suatu kondisi yang hakiki dari dualisme dan materialisme pendidikan yang menjadi akar persoalan pendidikan dan kebudayaan di Indonesia sejatinya masih tetap berlangsung hingga saat ini. Yang justru itu menjadi sebab daripada kebangkitan PII. Hal ini harus menjadi kesadaran seluruh kader sebagaimana yang dikehendaki oleh para pendiri PII sebagaimana yang tersebut dalam Tafsir Asasi (Anton Timur , 1964) berikut ini.
“Terpisahnya pelajar-pelajar madrasah/pesantren dengan pelajar-pelajar sekolah umum itu adalah warisan dari zaman penjajahan. Lembaga-lembaga pendidikan dan pengajaran rakyat Islam berupa madrasah dan pesantren itu terpaksa mengisoler atau mengasingkan diri supaya tahan dalam menghadapi desakan pengaruh Barat (terutama Belanda) yang menganut paham serba benda (materialisme). Paham Barat yang demikian pada waktu itulah yang menghilangkan segala cita-susila. Politik Adabi (Ethische Politiek) juga hanya dianut oleh beberapa orang – pemimpin zaman Hindia Belanda seperti Mr. K. T. Van Deventer (karangannya “Een eerschuld = Hutang Budi), Mr. P. Brooschooft, Snouck Hurgronje dll, tak lepas dari perhitungan komersalisme pula. Maka apakah yang kita warisi dari zaman kolonial itu?
1. Kepincangan di dalam lapangan pendidikan, pengajaran dan kebudayaan yang berdasar kebendaan dan menghilangkan agama.
2. Adanya semangat budak.
3. Rasa kurang harga diri (miderwaardig – heidscomplex)
4. jiwa yang beku (statis).
Karena insyaf akan kekurangan-kekurangan itulah, maka PII lalu bergerak menuju kepada kesempurnaan. Memang kaum penjajahlah yang telah menggali jurang-jurang pemisah itu untuk memecah belah masyarakat Indonesia sejak mudanya.”

Tentu, mengatasi persoalan tersebut bukan suatu usaha perjuangan yang mudah. Itu adalah sebuah usaha kebudayaan dan peradaban yang membutuhkan suatu upaya yang terencana, teratur, dan berkesinambungan antara satu generasi ke generasi. Suatu usaha yang senantiasa menghendaki keikhlasan dari kesungguhan dari setiap kader ummat (kader PII).
Amanat yang telah melekat kepada PII tersebut tidak mungkin ditunaikan tanpa suatu landasan pemikiran dan visi yang luas, mendalam dan mendepan. Oleh karena itulah, suatu rumusan yang jelas dalam membaca zaman harus senantiasa dilakukan sehingga perubahan zaman tetap bisa diantisipasi. Namun, tidak mungkin itu bisa dilakukan tanpa suatu pembacaan terhadap sejarah yang kuat, tepat dan benar. Oleh karena itulah, dalam keseluruhan usaha tersebut membutuhkan suatu rumusan strategis yang menyeluruh dan terpadu.
Akan tetapi, bagaimanapun dan apapun rumusan yang telah dibuat tersebut, tak akan pernah berarti jika secara organisasi PII tidak bisa berfungsi. Oleh karena itulah, sangat tepat apabila perkataan Amin Syahri (Amin Syahri, 1949) pada tahun 1949 yang lalu diingat kembali.
“geletar pukulan palu diatas meja pada pukul 12 malam yang seakan akan memakukan lukisan jiwa segenap pelajar Islam yang ingin berpadu dalam semboyan “kita berpadu sejak sekarang juga”. Saat itulah Pelajar Islam Indonesia berdiri sebagai organisasi untuk mengatur perjuangan ummat pada masa yang akan datang , dengan perpaduan kedalam sebagai saran pertama-tama”
Dengan demikian, PII mampu berdiri menjadi subjek dalam percaturan sejarah dan dinamika kehidupan, baik secara nasional, regional maupun internasional. Membangun sebuah wacana dan agenda pendidikan dan kebudayaan, tanpa harus mengekor dan mengikuti wacana dan agenda yang dibuat dan ditentukan untuk ummat Islam. Oleh karena itulah, dalam Muktamar Nasional PII ke 28 yang akan dilangsungkan di Sulawesi Tengah mengangkat tema Kader Ummat yang Bermanfaat dan Bermanfaat.

A. Kader Ummat
Secara bahasa, kader berasal dari bahasa latin yaitu quadrom yang bermakna kerangka. Adapun secara istilah, kader bermakna sebagai orang terpilih dalam sebuah komunitas tertentu yang dipersiapkan untuk meneruskan keberlanjutan misi. Sedangkan di dalam Falsafah Gerakan PII, pengertian kader disebutkan sebagai “Kader pada hakekatnya adalah seseorang yang dipersiapkan untuk mengemban tugas masa depan dengan kemampuan, kualitas dan kualifikasi tertentu”.
Yang kedua, kata ummat berasal dari bahasa Arab yang bermakna kaum atau kelompok. Penggunaan kata ummat tidak saja dipergunakan untuk menunjuk secara khusus kepada manusia, tetapi juga untuk hewan dan jin (lihat surat Al An’aam : 38). Hal ini telah membawa pengertian ummat kepada suatu kelompok yang disatukan oleh karena suatu ciri tertentu saja yang sama. Karena itulah, terdapat perbedaan yang cukup penting misalnya antara penggunaan kata ummat dengan penggunaan kata masyarakat (yang berasal dari kata syarikat).
Di dalam buku Mu’jam Mufradat Alfadz Al Quran, kata ummat diartikan sebagai “semua kelompok yang dihimpun oleh sesuatu, seperti agama yang sama, waktu atau tempat yang sama baik penghimpunannya secara terpaksa maupun atas kehendak mereka”. Dengan pengertian ini bisa disimpulkan bahwa memang penggunaan kata ummat ini untuk menunjukan suatu pengelompokan yang lebih spesifik karena suatu sifat atau keadaan tertentu.
Oleh karena itulah, meskipun dalam tema Muknas tidak disebutkan kata Islam setelah kata ummat, namun maksudnya secara jelas menuju kesana. Karena tidak mungkin kader ummat yang disebut untuk menunjukan kader PII itu bermakna selain kader ummat Islam. Dengan demikian, meskipun tidak disebutkan akan tetapi itu sudah menjadi suatu pemahaman umum bersama.
Hal yang lebih penting sesungguhnya adalah menuntaskan jawaban atas pertanyaan mengapa kader PII disebut sebagai kader ummat namun tidak sebaliknya. Untuk sampai kepada hal ini, maka pengertian kader ummat harus dijelaskan terlebih dahulu. Sehingga akan jelas mengapa kader PII itu adalah kader ummat.
Merujuk kepada makna dari setiap katanya, kader ummat adalah seseorang yang terpilih, yang dilatih untuk meneruskan atau menjaga eksistensi ummat Islam. FG PII menyebutkan kader ummat itu sebagai “kekuatan inti organisasi dan ummat Islam untuk menjadi pelopor, penggerak dan penjaga misi perjuangan guna mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin. Idealitas kader merupakan konseptualisasi dan kristalisasi dari pemahaman tentang konsepsi manusia dan tujuan hidupnya.”
Dengan demikian, kader ummat adalah seseorang yang telah memahami Islam secara baik. Ia memahami hakikat dirinya, esensi dan eksistensinya. Seorang kader ummat dalam mencapai tujuan ummat, menurut FG PII, harus mempunyai tiga kemampuan yakni mampu menjadi pelopor, penggerak dan penjaga misi perjuangan. Tiga hal inilah yang dilakukan oleh kader ummat yang dikehendaki oleh FG PII. Artinya, kader PII hanya disebut sebagai kader ummat apabila mempunyai kapasitas, kemampuan atau kualifikasi tertentu sehingga mampu melaksnakan fungsi sebagai pelopor, penggerak dan penjaga misi perjuangan.
Pembahasan kader PII sebagai kader ummat menjadi penting untuk diangkat menjadi tema Muknas PII ke 28 untuk meneguhkan kembali peran PII dalam mahkamah sejarah ummat Islam di Indonesia. Hal ini sebagai upaya untuk mengingatkan kembali pemahaman dan menyegarkan kembali kesadaran seluruh kader dalam menjalani darma baktinya di PII. Hal ini sekaligus pula sebagai sebuah upaya evaluasi untuk pergerakan PII selama ini.
Salah satunya adalah terkait kesatuan dan kebersamaan PII di dalam ummat. Bagaimanapun, sebagai konsekwensi bahwa kader PII adalah kader ummat maka harus ada suatu dukungan dan indikator yang menunjukan bahwa ummat telah memberikan kepercayaan kepada PII sebagai kadernya. Dengan demikian, maka kita harus memahami struktur ummat di dalam Islam. Yakni bagaimana ummat Islam itu terbentuk dan hakikatnya.

B. Bermanfaat dan Bermartabat
Kader yang bermanfaat itu pertama kali ialah yang bermanfaat bagi dirinya sendiri. Sebelum manfaat itu ditujukan kepada orang lain, dan bahkan ketika manfaat itu telah ditujukan untuk orang lain, sesungguhnya kemanfaatan terbesar itu kembali kepada dirinya. Cara pandang seperti ini hanya bisa didapatkan apabila mendasari kemanfaatan kepada manfaat di dunia dan akhirat.
Keduanya memang tidak bisa dipisahkan, akan tetapi kedudukan akhirat lebih penting dan utama sehingga kemanfaatan di akhirat itu lebih penting daripada kemanfaatan di dunia. Karena keduanya tidak bisa dipisahkan, maka sesungguhnya seluruh aktifitas di dunia itu adalah transenden, dan tak ada yang profane. Barang siapa yang tujuannya adalah akhirat, maka dia akan mendapatkan bagiannya di dunia. Akan tetapi apabila dunia tujuannya, dia mendapatkan bagiannya di dunia tapi tidak mendapatkan apapun di akhirat.
Nilai kemanfaatan ini dijunjung tinggi oleh Islam, sebagaimana yang diungkapkan dalam hadits bahwa sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat. Oleh karena itu, nilai manfaat dan pengorbanan di dalam Islam bukanlah seperti lilin yang menerangi sekitarnya tetapi membakar dirinya. Akan tetapi, dalam kemanfaatan untuk orang lain itu telah terkandung suatu kemanfaatan yang lebih besar bagi dirinya.
Untuk suatu kepentingan yang lebih khusus terkait misi dan eksistensi PII, kemanfaatan ini harus mampu dikomunikasikan sehingga mampu memberikan dukungan bagi aktifitas kader-kader PII baik secara personal maupun organisasi. Dalam hal ini, maka ada empat hal penting yang perlu diperhatikan sehingga kebermanfaatan itu bisa dicapai oleh kader-kader PII
1. Penguatan pelaksanaan catur bakti PII, terutama dalam hal sukses studi. Ketika PII mampu menghantarkan kader-kadernya sukses studi, maka hal ini akan memberikan suatu dukungan dan kepercayaan baik dari orang tua, guru ataupun dunia pendidikan pada umumnya. Hal ini akan berdampak besar terhadap efektifnya perwujudan misi dan eksistensi PII.
2. Penguatan kapasitas dan strategi komunikasi yang mengena dalam rangka melaksanakan kinerja kaderisasi yang tepat, benar dan efektif.
3. Penguatan jejaring eksternal untuk mendukung pembangunan pencitraan yang berdampak positif bagi PII.
4. Penguatan data base untuk memantau bakat dan minat kader sehingga akan bermanfaat besar untuk proses tindak lanjut kader pada setiap tingkatan (marhalah) perjuangan yang akan dilalui oleh kader.
Mendudukan PII sebagai subjek dari komunikasi berarti mendudukan PII sebagai kader atau organisasi yang bermartabat. Bermartabat artinya memiliki harkat derajat atau harga diri di dalam pandangan yang lainnya. Untuk menumbuhkan martabat tersebut, maka setidaknya ada tiga hal penting yang harus diperhatikan.
1. Menumbuhkan kepercayaan diri di seluruh kader PII dalam menjalani aktifitasnya di PII.
2. Menghilangkan imperiority compleks dan sebaliknya memuncukan superior sebagai kader ummat Islam. Yaitu sebagai sebuah khoiru ummah yang melaksnakan amar ma’ruf nahi munkar dan beriman kepada Allah swt.
3. Konsisten terhadap nilai-nilai luhur atau akhlaq terpuji sehingga menjadi harga diri melekat dalam diri dan organisasi PII.

Sumber : TOR Muknas PII Ke-28

0 komentar:

Posting Komentar